Sejujurnya, saya bukan pakar politik, tapi saya hanya warga DKI Jakarta yang turut berpartisipasi sebagai pemilih pada Pilkada DKI Jakarta 2017 yang akan dilaksanakan pada Rabu, 15 Februari mendatang.
Saya sudah memantapkan pilihan saya sejak awal dan saya merasa tidak perlu lah menonton debat pilkada karena saya tau dan saya yakin dengan atau tanpa menonton debat pilkada, pilihan saya akan tetap sama. Tapi setelah 2 ronde debat berlalu dengan ramainya pemberitaan mengenai debat yang berlangsung maupun kejadian setelah debat, saya akhirnya penasaran juga dan memutuskan untuk menonton debat final yang diadakan kemarin malam (Jumat, 10 Februari 2017).
Melihat bagaimana ketiga pasangan calon (paslon) menjawab pertanyaan, membeberkan visi misi dan program, adu argumentasi, sampai saling menjatuhkan memang memberikan hiburan tersendiri. Tapi dari debat final tersebut dapat terlihat kualitas masing-masing paslon.
Paslon 1 sangat mementingkan karakter. Mereka mengatakan bahwa menjadi gubernur harus punya hati, tidak boleh kasar, tidak boleh menindas, tidak boleh semena-mena. Mereka juga menanyakan konsistensi seorang Anies Baswedan, apakah ia pribadi yang konsisten. Menurut saya, karakter seorang gubernur memang akan jadi panutan masyarakatnya. Tapi saya lebih pilih gubernur dengan kepribadian tegas, yang mampu menindak tegas warga yang tidak taat pada peraturan, namun terlihat hasil kerjanya, yaitu Jakarta yang lebih rapi, tertata, bersih, dan berkurang banjirnya. Lagipula jika diibaratkan gubernur adalah orang tua atau wali dari semua warga Jakarta, saya tentu berharap memiliki orang tua yang tegas, yang sanggup menegur dan mendisiplinkan saya saat saya berbuat kesalahan. Bukan justru membenarkan perbuatan saya yang pada dasarnya salah. Paslon 1 sendiri mengatakan bahwa merubah karakter adalah pekerjaan yang susah, maka dari itu warga Jakarta harus dididik sedini mungkin supaya generasi berikutnya bukanlah generasi yang suka membuang sampah sembarangan, menggelapkan uang KJS atau dana pemerintah lainnya, membangun rumah atau tempat usaha atau bangunan secara ilegal. Percuma jika pemerintah hanya membangun proyek ini itu, membersihkan lahan sana sini, tapi jika karakter warga Jakarta belum berubah, tentu semua itu akan sia-sia karena kenyamanan yang diberikan pemerintah hanya akan bertahan dalam hitungan bulan atau bahkan minggu.
Paslon 2 cukup sabar menghadapi lawan-lawannya. Meskipun disindir, difitnah, dijatuhkan image nya di hadapan ribuan atau ratusan ribu pasang mata, mereka masih bisa sabar dan menjelaskan dengan tenang, tanpa mengeluarkan kata-kata kasar. Mereka tidak peduli dengan tuduhan yang ditudingkan kepada mereka. Sebaliknya mereka mampu menunjukkan kepada khalayak luas apa yang sudah mereka kerjakan untuk merubah Jakarta, namun pekerjaan mereka ini banyak yang masih belum selesai dengan sempurna, seperti pembangunan MRT. Mereka juga menekankan bahwa mereka tidak hanya melakukan perubahan secara fisik pada Jakarta, melainkan perubahan secara mental dan kepribadian karena mereka sadar percuma mereka membangun sarana dan prasarana tapi tidak ditindaklanjuti dengan perubahan pada manusianya.
Paslon 3 secara garis besar menunjukkan bahwa mereka siap menjadi gubernur, namun program yang dijanjikan rasanya agak tidak masuk akal. Seperti pemberantasan narkoba, mereka ingin membuat PERDA yang ditujukan untuk menghukum pengguna narkoba. Rasanya sedih hal ini keluar dari paslon 3 yang katanya berpendidikan tinggi apalagi salah satunya pernah menjadi seorang menteri. Bukankah ini namanya pembodohan publik ? Mengeluarkan hukum semacam itu bukanlah otoritas pemerintah daerah, melainkan pemerintah pusat, karena narkoba merupakan masalah nasional, dan bukan masalah Jakarta saja. Rasanya dari hal ini dapat terlihat bahwa paslon 3 sungguh senang mengobral janji, asal bunyi, yang penting terdengar indah di telinga penduduk Jakarta, berharap ada yang termakan omongan mereka. Yah, kalau pemilih bukan dari kalangan berpendidikan tentu mereka akan termakan janji ini, tapi saya yakin sebagian besar warga Jakarta merupakan kalangan berpendidikan tinggi sehingga tau sampai mana batas kekuasaan pemerintah daerah.
Sebelum Pak Anies mencalonkan diri menjadi gubernur DKI Jakarta sebenarnya saya cukup kagum dengan sosoknya karena ia sosok yang memperhatikan pendidikan dan memiliki rekam jejak yang baik di dunia pendidikan. Saat ia diberhentikan menjadi menteri, saya masih biasa saja. Namun melihat strategi beliau untuk memenangkan pilkada ini, rasanya rasa kagum itu perlahan sirna karena ternyata selama ini saya hanya termakan janji tanpa realisasi janji tersebut.
Ketiga paslon cukup memberikan hiburan bagi saya pribadi kemarin malam tapi satu hal terbukti bahwa pilihan saya tetap seperti sebelum saya menonton debat final pilkada.
Selamat memilih ! Jangan lupa ke TPS pada 15 Februari mendatang dan bantu Jakarta supaya lebih baik lagi. Kawal juga pilkada dengan foto hasil perhitungan suara di TPS Anda. Jangan sampai ada kecurangan pada pilkada DKI Jakarta.
Comments
Post a Comment